Terima Kasih Telah Mau Mengunjungi Bloq kami < Cerita Puisi Sahabat >Contact Person 081253333622

Cari Blog Ini

Jumat, 14 Januari 2011

Mama

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah… penuh nanah
Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak mampu kumembalas, ibu… ibu…

Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas, ibu… ibu….


Ibu.............., adalah orang yang semestinya paling dekat dengan kita. Dari rahimnnyalah kita dibentuk hingga lahir dan menjadi. Di rahim, tempat terempuk dalam menerima tumpahan kasih. Entah sengaja atau tidak, nama itu menjadi nama yang selaras dengan salah satu sifat Tuhan, Asmaul Husna.

Saya memanggil ibu dengan sapaan mama, Kilas kasihnya saat aku kecil dulu masih membekas hingga kini. Bagiku ibu adalah simbolisme kasih yang tak ada batasnya. Tumpahan kasih yang tak habis-habisnya. Malah hingga kini, saat aku telah menjadi orang tua. Ibu tetap tak pernah habis rasa kasihnya.

Setiap saat, setiap waktu, saat melihat anak saya bersama ibunya, saya slalu terkenang ibu. Ibu yang terpisah jarak ribuan kilo. Ibu yang masih setia berada di kampung halaman. Sebuah desa atau kampung yang berada di SULAWESI sana. Sementara aku, anaknya, jauh di rantau, SANGATTA KUTIM KALTIM

Sudah lima tahun saya jauh dari ibu. Terakhir ibu datang ke SANGATTA saat aku memulai hidup baru, Gurat ketuaan begitu kentara di usia beliau yang telah lebih dari 50 tahunan.

Biasanya bila rindu datang, aku menghubungi ibu lewat pesawat handphone. Rasanya ingin menangis bila suara ibu yang serak kembali menggetarkan ruang telingaku. Ada hawa sejuk mendengar nasihat yang ibu berikan. Ibu selalu begitu. Tak peduli anaknya sudah menjadi orang tua dan punya istri serta anak.
***

Sejak bapak tlah rentah, praktis ibu berjuang sendiri menghidupi anak-anaknya (saya dan saudara-saudara saya).Kecintaan ibu pada anak-anaknya sungguh tiada taranya...........

Bagi saya, ibu sosok pekerja keras.....
Tahun 2005 awal saya mula menetap di sangatta. Hingga kini berarti sudah 5 tahun.

sekali saya pulang ke kampung, bertemu dengan ibu dan sanak saudara. Melepas rindu pada ibu. Namun bila telah kembali ke pulau kalimantan, kidung rindu pada ibu tetap menderu dalam kebeningan jiwa.

Terakhir saya pulang tahun 2007. Sejak itu saya belum lagi melihat kampung halaman. Tetapi untunglah, saya selalu bisa berjumpa dengan ibu. Ibulah yang berkunjung ke sangatta, setelah sebelumnya mampir di tempat famili lainnya disamarinda. Hampir tiap tahun ibu berkunjung ke tanah kalimantan.

Ada keinginan pulang ke kampung halaman, Keinginan pulang bersama istri dan anak. Mungkin saja itu akan bisa terlaksana saat Putra, anak saya, berumur 5 tahunan. Jadi ya, harus menunggu dulu.

Kini, di daerah sangatta selatan, kidung rindu itu terus bergemuruh, berbantun-bantun, menelusup setiap desah napas. Gemuruh yang kian menderu manakala tembang “Ibu” di atas dilantunkan Iwan Fals. Begitu indah, begitu sahdu.

Dan di riuk pikuk KAMPUNG KAJANG, rinduku kian menggemuruh, bersama kidung kasih yang tetap mendayu-dayu.

IBU Aku merindukanmu........................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kata Bijak